JAKARTA, suaramerdeka.com - Menteri Hukum dan HAM,
Amir Syamsuddin menjelaskan ada sejumlah pertimbangan yang diambil
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat mengabulkan grasi yang diajukan
Denny Satya Maharwan, anggota sindikat narkoba internasional.
Amir membeberkan pertimbangannya, yakni Denny Satya Maharwan pada
waktu dijatuhi hukuman pidana usianya baru 28 tahun. "Dia PNS Cianjur,
istrinya guru sekolah dan punya anak tunggal yang sekarang berusia 15
tahun," kata Amir di Jakarta, Selasa (16/10).
Denny, pria kelahiran 26 Februari 1972, itu saat ditangkap pertama
kali menjadi kurir karena tergiur upah Rp5 juta. "Dan dia ingin mencoba
mengatasi permasalahan ekonominya untuk bayar utang mobil Rp40 juta,"
jelas Amir. "Itu motif."
Tapi kemudian, lanjut Amir, nasib mengantarkan Denny dalam
menjalankan pekerjaannya karena ada dalam hubungan kekeluargaan dengan
Ola. "Dia ditangkap di Bandara Soekarno Hatta," ujarnya.
"Jadi di sinilah presiden mempertimbangkan permohonan Denny dan
istrinya. Presiden menilai apakah secara kemanusiaan permohonan Denny
ini bisa diperhatikan," jelas Amir.
Keterangan senada juga dilontarkan juru bicara Kepresidenan, Julian
Aldrin Pasha. Dia memaparkan, keputusan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, memberikan grasi pada tersangka narkoba, tidak dilakukan
dengan tujuan terselubung. Melainkan atas dasar kemanusiaan dan sudah
melalui banyak pertimbangan.
Pada wartawan di Jakarta, Selasa (16/10), Julian mengatakan pemberian
grasi hukuman mati oleh Presiden, sesuai dengan amanat konstitusi pasal
14 ayat 1. Presiden juga memberikan grasi setelah mendapatkan
pertimbangan dari Mahkamah Agung.
"Jadi tidak serta merta. Karena Presiden sebelumnya juga menerima saran dan rekomendasi dari menteri terkait," kata Julian.
Sumber: Suara Merdeka